Mahkamah Konstitusi Korea Selatan, Kamis (29/8) memutuskan bahwa sebagian besar target iklim negara itu melanggar konstitusi. Putusan ini memberi kemenangan penting bagi para aktivis lingkungan muda, yang menangis gembira di anak tangga gedung pengadilan.
Kasus pertama semacam itu di Asia yang diajukan oleh anak-anak dan remaja, yang menyebut embrio sebagai penggugat utama, mengklaim bahwa komitmen iklim Korea Selatan yang mengikat secara hukum tidak memadai, melanggar hak asasi mereka yang dijamin konstitusi.
“Baru saja, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa tidak adanya target pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari 2031 hingga 2050 adalah melanggar konstitusi,” kata Yoon Hyeon-jeong, salah seorang aktivis muda.
“Mahkamah memutuskan bahwa hak kami untuk tinggal dalam kehidupan yang aman dari krisis iklim harus dijamin,” lanjutnya. Ia kesulitan menyelesaikan kata-katanya yang tersendat karena menangis.
Mahkamah memutuskan bahwa target-target iklim pemerintah yang terbatas telah melanggar konstitusi karena mereka “tidak melindungi secara memadai hak-hak dasar rakyat,” kata perwakilan hukum para penggugat setelah sidang.
Kasus itu dikenal sebagai kasus “Pelatuk dkk (Burung Pelatuk dkk) versus Korea Selatan” yang mengacu pada nama julukan bagi janin dalam rahim yang kini anak berusia balita yang dilibatkan. Ada empat petisi yang diajukan oleh anak-anak dalam kasus tersebut.
Pada tahun 2021, Korea Selatan membuat komitmen yang mengikat secara hukum untuk mengurangi emisi karbon hingga 290 juta ton pada 2030 – dan untuk mencapai emisi bersih nol karbon pada 2050.
Untuk memenuhi target ini, Korea Selatan perlu mengurangi emisi 5,4 persen setiap tahun mulai 2023 – target yang sejauh ini gagal dipenuhi.
Akibat putusan itu, Seoul kini harus merevisi target iklimnya, kata Youn Se-jong, pengacara para penggugat.
“Majelis Nasional dan pemerintah Republik Korea harus merevisi regulasi terkait UU Kerangka Kerja mengenai Netralitas Karbon dan mengajukan target pengurangan gas rumah kaca dengan mempertimbangkan hak-hak generasi masa depan,” kata Youn.
“Dengan putusan hari ini, kami telah mengukuhkan bahwa perubahan iklim merupakan masalah hak fundamental kami dan bahwa semua orang memiliki hak untuk aman dari perubahan itu,” ujarnya.
“Orang-orang biasa seperti kami telah mencapai kemajuan sejauh ini. Kami telah memimpin petisi konstitusional untuk melindungi hak-hak kami tanpa mengandalkan otoritas dan kekuasaan. Perlu lima tahun untuk ini,” kata aktivis iklim muda Kim Seo-gyeong, 21.
Kim adalah bagian dari kelompok yang mengajukan kasus-kasus awal pada tahun 2020, dan mengatakan putusan itu merupakan validasi bagi orang-orang muda yang mendapati diri mereka “hidup di tengah krisis iklim.”
‘Harapan menjadi kenyataan’ kata Kementerian Lingkungan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka menghormati keputusan pengadilan. Kementerian itu mengatakan berencana untuk “menerapkan langkah-langkah tindak lanjutnya dengan sungguh-sungguh.” [uh/ab]